Selasa, 17 April 2012

Habib Abdul Qadir bin Alwi As Segaf (Maula Tuban)

Habib Abdul Qadir bin Alwi Assegaf (Maula Tuban)

Lahir di Seiwun, Hadramaut, pada tahun 1241 H / 1821 M.
Wafat di Tuban, Indonesia 13 Rabiul Awal 1331 H / 1912 M.
Makam di pemakaman Bejagung, Tuban, Jawa Timur.
Peringatan haulnya bulan Sya’ban di Jl Pemuda, Tuban.


Angin Segar dari Kota Tuban
Auliya’ ini dikenal banyak membawa angin segar bagi umat, terutama di kota Tuban dan sekitarnya. Para auliya’ di jamannya banyak memuji dan mengagungkan beliau.

Habib Abdul Qadir bin Alwi Assegaf lahir di Seiwun, Hadramaut, pada tahun 1241 H / kurang lebih 1821 M. seperti halnya Ulama besar yang lain, sejak kecil beliau juga dididik keluarganya. Dalam hal ini, beliau dididik secara khusus oleh pamannya, Habib Abdurrahman bin Ali Assegaf yang sering mengajak silaturrahim kepada para ulama besar atau menziarahi makam para awliya yang jaraknya cukup jauh dari Seiwun. Ketika berziarah ke makam Syekh Umar Ba Makhromah, beliau mengalami kejadian yang sangat menakjubkan. Pada saat beliau berada dalam kubah makam, tiba-tiba tampak Syekh Umar bangun dari kuburnya, lalu bercakap-cakap dengan Habib Abdul Qadir, yang dalam keadaan yaqadzah alias terjaga, bukan mimpi.

Sosok Habib Abdul Qadir dalam kesehariannya dikenal sebagai pribadi yang ramah tamah, murah senyum dan dermawan. Semua orang yang mengenalnya, pasti akan mencintainya. Tidak heran bila para auliya’ di jamannya banyak memuji dan mengagungkan beliau. Salah satunya, Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas, beliau selalu mengunjungi semasa hidup mau pun sesudah wafatnya. Wali Kramat dari Empang, Bogor itu bersyair dengan pujian, ”Telah bertiup angin segar dari Kota Tuban…” Auliya lain yang sering mengunjunginya adalah Habib Ahmad bin Abdullah Alattas, Pekalongan dan Habib Abdul Qadir bin Quthban.

Sejak muda pergaulannya dengan para ulama besar. Ketika masih remaja, misalnya beliau bersahabat karib dengan ulama besar yang di belakang hari sangat termasyhur di seluruh Dunia Islam, yaitu Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, penyusun Maulid Simtud Duror. dan Habib Abdullah bin Ali Al-Hadad (Sahibur Ratib Hadad). Bahkan di akhir umur Habib Abdullah Al-Hadad pernah berkirim surat kepada Habib Abdul Qadir yang diantaranya berisi, ”Sesungguhnya jiwa-jiwa itu saling terpaut.” Tidak lama setelah itu Habib Abdullah bin Ali Al-Hadad wafat, 27 hari kemudian Habib Abdul Qadir juga wafat. Beliau juga akrab dengan para ulama lain, seperti Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi ( Surabaya ) dan Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdlar ( Bondowoso ).

Kedekatan hubungan Habib Abdul Qadir dengan Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi tidak lepas dari kejadian menimpa Habib Muhammad yang sering kali tidak bisa menguasai diri ketika kedatangan hal (keadaan luar biasa yang meliputi seseorang yang datang dari Allah SWT). Dalam keadaan seperti itu Habib Muhammad tidak tahu apa yang terjadi di sekitarnya.

Suatu saat Habib Muhammad kedatangan hal ketika sedang berjalan, kebetulan saat itu Habib Abdul Qadir sedang berada di dekatnya. Melihat keadaan Habib Muhammad yang hampir tidak sadarkan diri, Habib Abdul Qadir segera menyadarkannya, sehingga Habib Muhammad pun sadar dan melihat Habib Abdul Qadir telah berada di depannya. Mereka berdua akhirnya berpelukan,”Ini adalah sebaik-baik obat,”kata Habib Muhammad dengan raut wajah yang gembira. Sejak itulah, hubungan Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi dan Habib Abdul Qadir semakin erat dan saking dekatnya, Habib Muhammad menyatakan bahwa menceritakan tentang keadaaan Habib Abdul Qadir lebih manis dari madu. Kecintaan itu juga oleh Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi diungkapkan dalam syair:

“Wahai malam yang penuh cahaya Semua permintaan telah terkabul Hari ini aku datang ke Tuban di awal bulan Putra Alwi yang kucintai Kelezatannya tiada bandingan Dia lah pintu masuk dan pintu keluar kita Obat bagi yang kena segala penyakit Dari hatinya memancar rahasia sempurna Semoga dengan berkahnya, dosa dan salah kita diampuni”

Menurut beberapa ulama dan Habib sepuh, semasa hidupnya almarhum dikenal sebagai pribadi yang ramah tamah, murah senyum dan dermawan. Tidak mengherankan jika para Habib, Ulama dan Awliya di zamannya menghormati dan memujinya. Di antaranya Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Aththas ( Pekalongan ) dan Habib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas ( Habib Empang, Bogor ). Mereka sering bersilaturrahim ke rumah Habib Abdul Qadir. Begitu kagumnya, hingga Habib Empang menulis syair khusus ditujukan kepada beliau dan menjulukinya sebagai "angin segar".

Salah satu baris dalam syairnya berbunyi : “Telah bertiup angina segar dari Tuban…”

Karomah Habib Abdul Qadir.
Habib Abdul qadir juga termasyhur karena karomahnya. Suatu hari, saat ia dalam perjalanan pulang dari ibadah haji, lantai kapal berlubang, sehingga air laut menerobos masuk dengan deras. Rombongan jamaah haji pun panic, dan segera mengurasnya. Celakanya, air bukan semakin habis, tapi semakin banyak, hingga kapal hamper tenggelam. Para jamaah dan penumpang lain bingung, kalang kabut dan menangis karena putus asa. Melihat hal itu, Habib Abdul Qadir segera masuk ke dalam bagasi kapal. Setelah menutup pintu, beliau berdoa' kepada Allah swt sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

Tiba-tiba datanglah empat lelaki di hadapannya. Salah seorang di antaranya menepuk punggungnya sambil berkata : " Hai Abdul Qadir, Aku Umar Muhdlar. Dan ini kakekmu, Alwi bin Ali bin Al-Faqih Muqaddam. Itu kakekmu Abdurrahman Assegaf dan itu Syekh Abu Bakar bin Salim."

Setelah itu lelaki tersebut menyuruh Habib Abdul Qadir menguras air, dan tak lama kemudian ke empat lelaki itu pun menghilang. "Apakah kalian melihat empat orang tadi? Tanya Habib Abdul Qadir kepada istri yang menemaninya berdoa'. "Tidak" jawabnya.

Habib Abdul Qadir segera keluar dan menyuruh para penumpang membantu menguras air laut. Ajaib, dalam waktu singkat kapal besar sudah aman. Anehnya, lubang di lantai kapal lenyap, sementara papan-papan yang berantakan menjadi rapi seperti tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Karomah lain yang lebih menarik terjadi ketika suatu malam Habib Abdul Qadir bermimpi menyaksikan Rasulullah saw tengah menuntun Habib Hasan bin Shaleh Al-Bahr. Ketika itu Rasulullah saw menyuruhnya membaca doa' Nabi Khidir 50 kali setiap pagi dan sore. Tapi, Habib Abdul qadir merasa bacaan itu terlalu banyak. Melalui Habib Hasan, beliau minta agar Rasulullah saw memberi keringanan. Niat itu belum diutarakan.

Rasulullah saw sudah bersabda; "Bacalah sebanyak lima kali saja, tapi pahalanya tetap lima puluh" beberapa hari kemudian kemudian, beliau mencari naskah doa' itu dan menemukannya dalam kitab Maslakul Qarib, dan tak lama kemudian menemukan teks yang persis sama dalam kitab Ihya 'Ulumuddin, karya Imam Ghazali, juz 4 bab Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Menurut Imam Ghazali, fadhilah doa' tersebut sangat banyak. Inilah salah satu karomah Habib Abdul Qadir yang luar biasa, yakni hafal doa' yang cukup panjang dengan tuntunan Rasulullah saw. Dalam khasanah dunia pesantren, cara menghafal demikian disebut ilmu paled! atau apal pisan langsung wuled (sekali dengar langsung hafal).

Di masa sepuhnya beliau sakit. Salah seorang putranya, Umar, mengusahakan kesembuhan dengan cara bersedekah. Mengetahui hal itu, Habib Abdul Qadir langsung berujar, "Jangan merepotkan diri, sebab Malaikat Maut sudah dua-tiga kali mendatangiku" Beliau memang sering menemui makhluk gaib seperti malaikat. Bahkan dalam keadaan sakit pun, hampir setiap malam beliau menemui dan berbincang-bincang dengan mereka. Suatu malam ditemukan secarik kertas bertuliskan syair : Telah datang kepada kami Shahibul Waqt, Khidir dan Ilyas. Mereka memberi kabar gembira seraya berkata : Kau dapatkan hadiah serta pakaian. Jangan takut, janganlah khawatir terhadap kejahatan orang dengki dan setan.

Beberapa waktu kemudian, tepatnya pada 13 Rabiul Awwal 1331 H / kurang lebih 1912 M, ia wafat dan jasadnya dimakamkan di pemakaman Bejagung, Tuban, Jawa Timur. Auliya’ ini dikenal banyak membawa angin segar bagi umat, terutama di kota Tuban dan sekitarnya. Para auliya’ di jamannya banyak memuji dan mengagungkan beliau

Ketika ia sakit di akhir umurnya, salah seorang putranya yang bernama Umar mengusahakan kesembuhan dengan cara bersedekah atau yang lainnya. Ketika Habib Abdul Qadir tahu, ia langsung berkata,”Jangan merepotkan diri, karena Malaikat Maut sudah dua atau tiga kali mendatangiku.” Dalam sakit itu pula ia sering menyambut kedatangan ahlil ghaib di tengah malam dan berbincang-bincang dengan mereka. Kejadian tersebut berlangsung hampir setiap malam, sampai suatu saat ditemukan secarik kertas di dekatnya yang bertuliskan syair, ”Telah datang pada kami, Shohibul Waqt, Khidir dan Ilyas. Mereka memberiku kabar gembira seraya berkata,’Kau dapatkan hadiah serta pakaian. Jangan takut! Jangan khawatir dengan kejahatan orang yang dengki, serta syaitan.”

Tidak lama setelah itu, ia meninggalkan alam yang fana ini tepatnya pada tanggal 13 Rabiul Awal 1331 H (1912 M). Jasadnya yang suci kemudian dimakamkan di pemakaman Bejagung, Tuban. Haul Habib Abdul Qadir biasanya diperingati pada bulan Sya’ban di Jl Pemuda, Tuban.


Sumber:
http://alkisah.web.id/2011/03/al-habib-abdul-qadir-bin-alwy-assegaf.html
http://wasiatnasehat.blogspot.com/2009/01/habib-abdul-qadir-bin-alwi-assegaf.html
Berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, Orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (QS. Al A’laa [87] : 9-11)
Jika riwayat hidup kaum arifin dibacakan kepada orang yang beriman, maka imannya kepada Allah akan semakin kokoh. Sebab kehidupan mereka merupakan cerminan dari kitabullah yang di dalamnya terkandung ilmu orang-orang terdahulu dan yang akan datang kemudian… Habib ‘Ali Al Habsyi …