Radio dan pers Indonesia
sejak tanggal 16 dan 17 Februari 1976, terus mengumandangkan berita duka cita
atas berpulangnya ke Rahmatullah Ulama Besar Indonesia, Habib Ali bin Husen
Al-Athas dalam usia 88 tahun, almarhum wafat pada tanggal 16-2-1976 jam 06.10
pagi. Kontan berbagai penerbitan memberitakan headlines, dan beberapa harian
antara lain: Merdeka, Berita Buana, Kompas, Pos Kota, Pelita, Kantor Berita
ANTARA secara nasional memberikan pemberitaan ditempat terhormat. Sementara itu
radio-radio Asy-Syafi’iyyah, At-Tahyriah serta Cendrawasih setiap 15 menit
memberikan kabar dukacita ini diselingi pengajian-pengajian Al-Quran.
Kantor Berita Antara mewartakan pada tanggal 16-2-1976, bahwa ribuan pengikut
Almarhum yang mendengar berita wafatnya Habib Ali bin Husin mendatangai
kediamannya untuk memberikan penghormatan terakhir. Sedangkan upacara
penguburan tanggal 17 Februari 1976, di Kramat Jati, Cililitan, ratusan ribu
rakyat mengantarkan ulama besat itu ketempat peristirahatannya yang terakhir.
Upacara penguburan dipimpin resmi oleh ketua DPR/MPR Dr.Idham Khalid, serta
dihadiri oleh puluhan ulama dan pemimpin Rakyat serta pejabat negara dai
Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura. Pembacaan
talqin menurut harian “Pelita” dibacakan oleh ulama Jawa Tengah, Habib Ali bin
Ahmad Al-Attas.
Sedikit tentang Almarhum
Habib Ali bin Husin
Al-Attas lebih dikenal sebagai Habib Ali Cikini ini, karena almarhum lama
sekali menetap di Cikini dikampung bersama-sama rakyat jelata. Setiap orang
yang mengenal Habib Ali Cikini ini, pasti ia akan selalu berkata, hidupnya
sederhana, tawadhu’, tidak pernah menyakiti sesama manusia, teguh memegang
prinsip, menolak pengkultusan manusia, berani membela kebenaran, luas dalam
pemikiran, mendalam dibidang ilmu pengetahuan, tidak membeda-bedakan kaya dan
miskin, khushu ibadahnya, mendorong terbentuknya nasion Indonesia yang bersatu
dan utuh serta homogeen, tidak segan-segan mengkoreksi pembesar dan selalu
memberi petunjuk-petunjuk kepada yang dianggap perlu. Tepat ulassan Radio
‘Asy-Syafiiyah’ yang mengatakan: telah berpulanglah ke Rahmatullah seorang
Ulama Besar, seorang Warasatul Anbiayang mempunyai sifat-sifat dan sikap
ke-agungan.
Almarhum Habib Ali bin
Husin Al-Attas semasa hidupnya tak pernah berhenti memberikan pengajaran kepada
Muslimin. Berjubah dan serban serta selempang hijau (radi). Habib Ali Cikini
selalu naik beca atau kendaraan umum, karena sikap beliau yang ingin berdiri
diatas kaki sendiri. Sering diantara murid-muridnya memaksa beliau untuk
menaiki mobilnya karena beca telah sukar dan melihat imir Habib tadi sudah
lanjut. Haji Abu Bakar Aceh, anggota MPR, secara tepat menyatakan bahwa
Almarhum Habib Ali bin Husin Al-Attas telah memanifescasikan sikap hidup
keluarga Ahlel Bait, yakni menunjukkan sikap ke-rakyatan, tidak berlebihan dan
dicintai Rakyat semuanya.
Memang setelah kami lihat
rumah kediamannya di Bungur, Jakarta, melelehkan air mata saya. Saya melihat
jenazah Almarhum sedang dibaringkan dibawah langit-langit (plafond) yang serba
bocor. Perabot rumah tangga hanyalah bale-bale dan beberapa permadani yang
tergelar untuk tamu para tamu. Seraya mendengarkan pengajian dan pembacaan
Al-Qur’an, ribuan Rakyat satu persatu mendatangi Almarhum, membacakan Fatihah,
Surat Yasin serta Tahlil. Saya memandang jenazah Almarhum, melihat keadaan
sekelilingnya, melihat rumah kecil serta terbayangkanlah kebesaran ulama Islam
ini, dimana beliau tidak tertarik pada tarikan-tarikan duniawi tidak
terpengaruh oleh semaraknya kebendaan, tidak terseret arusnya kemegahan, karena
beliau melanjutkan sikap Imam Ali bin Abi Thalib a.s yang meletakkan dunia
ditangan dan bukan meletakkan dihati.
Terbayang pada saya betapa
hebatnya Habib Ali bin Husin yang tak pernah menadah tangannya pada orang-orang
kaya harta, sebab Almarhum adalah kaya hati yang tak mau meletakkan tangannya
dibawah, kecuali hanya pada mendoa pada Allah SWT.
Anti Penjajah
Penjajah adalah jahat,
kafir dan wajib diperangi, demikian Habib Ali bin Husin Al-Athas selalu
menganjurkan pada pengikutnya dalam menghadapi penjajahan Belanda.
Dalam memberikan
ulasan-ulasan keagamaan, almarhum selalu mengobarkan semangat anti penjajah dn
membawakan ayat-ayat Al-Quran serta hadits Nabi saw. Yang menganjurkan perang
melawan penjajahan. Demikian pula sikap terhadap komunis Habib Ali selalu
gigih.
Disaat kuatnya PKI, beliau
selalu bilang bahwa PKI dan Komunis akan lenyap dari bumi Indonesia dan rakyat
selalu melawan kekuatan atheis. Ini berkah perjuangan para leluhur,
ulama-ulama, dn par wali yang jasadnya bertebaran diseluruh Nusantara” demikian
kata-kata almarhum selama hidupnya sebelum pra G30S/PKI. Maka tepatlah
kata-kata ketua Organisasi Islam Internasional, KH. Ahmad Syaikhu pada pidato
ta’ziah dikediaman almarhum pada tanggal 16 Februari 1972 beliau berkata :
“Habib Ali bin Husen
Al-Athas selalu berada bersama-sama kita dan memberikan inspirasi disaat-saat
kritis”
Kehilangan Pelita
KH. Dr. Idham Khalid
secara resmi atas nama Rakyat Indonesia menyataka dukacita atas wafatnnya Habib
Ali bin Husin Al-Athas. Ketua DPR/MPR itu berkata : “Meninggalnya Habib Ali bin
Husen Al-Athas bagi umat islam merupakan kehilangan Pelita yang sanggup
menerangi kepulauan Nusantara”. Kita telah kehilangan seorang yang besar dan
yang berpengetahuan luas. Selama 56 tahun Habib Ali bin Husen tak pernah
meninggalkan perjuangannya dan tak pernah menonjol-nonjolkan diri bahwa ia
seorang yang pandai. Saya sering kali ditegur akan kesalahan-kesalahan saya dan
almarhum memberi jalan keluar serta nasehat-nasehat. “Demikian sambutan ketua
DPR/MPR yang mengharapkan agar para murid-murid dari almarhum Habib Ali bin
Husin terus melanjutkan dan mengamalkan petunjuk-petunjuk almarhum.
Ulama Besar dari Jawa
Timur, Habib Abdullah Bilfagih,
menyatakan bahwa almarhum Habib Ali bin Husin adalah pemimipin rohani Islam
yang sangat mempunyai wibawa kuat dan secara luas ditaati Muslimin,
memperaktekkan azaz-azaz Islam. ,,Ulama Besar dari Mekah, Sayyid Hasan Fad’aq,
menulis kepada saya, “demikian Habib Abdullah bilfagih”, dimana dinyatakan
bahwa Habib Ali bin Husin Al-Athas adalah Qutub, besar pada zamannya, diseluruh
Indonesia. Beliau selalu tekun membaca Al-Qur’an, berani menegur
pembesar-pembesar yang mendatanginya dan selalu mengajarkannya agar jurang
antara pemimpin rakyat dihilangkan, Rakyat mesti dicintai, dan inilah sebabnya
maka Rakyat mencintai Habib Ali bin Husin Al-Athas.”
Ulama Besar Jawa Timur, Habib
Muhdar Al-Muhdar, putra dari ulama besar almarhum Habib Muhammad bin Ahmad
Al-Muhdar dari Bondowoso, Jawa Tinur, yang mempunyai jutaan pengikut, terutama
dikalangan Madura berkata:
“Meninggalnya almarhum
Habib Ali bin Husin Al-Athas, adalah kehilangan besar bagi Indonesia.
Perjuangan almarhum yang berlandaskan kerakyatan, kesederhanaan serta
mempraktekkan norma-norma Islam dalam kehidupan sehari-hari selalu menjadi
tauladan baik bagi ummat. Almarhum tak pernah muram apabila dihadapkan pada
malapetaka, tetapi tawakkal pada Alah SWT. Uang, harta dan kekayaan tak pernah
mengiurkan almarhum, itulah sebabnya, mengapa almarhum hidup dalam keadaan lebih
daripada sederhana.
Almarum disamping
merupakan pimpinan rohani Islam adalah juga pemimpin dari jutaan Rakyat.
Almarhum selalu menghibur dan menjadikan Rakyat optimis, karena Islam
mengajarkan bahwa mahkluk yang paling dicintai Allah SWT, adalah dia yang dicintai
Rakyatnya.”
Ulama besar Jawa Timur
itu, Habib Muhdar Al-Muhdar selanjutnya menyatakan bahwa mempraktekkan
petunjuk-petunjuk Habib Ali bin Husin almarhum adalah membebaskan Rakyat dari
penderitaan, dengan Islam mengajak Ummat dari kegelapan pada cahaya nur yang
terang dari taraf kemiskinan kepada taraf keadilan dan kemakmuran. Menambah
Habib Muhdar Al-muhdar :
“Habib Ali bin Husin
benar-benar mempraktekan sikap seorang Muslim. Beliau sebagai pemimpin Islam
hidup lebih dari sederhana atau setengah melarat, tetapi mengajurkan
pengikutnya dan Rakyat hidup serba cukup.”
Ulama Muhammadiyah, H Abu
bakar Aceh menambahkan:
“Apabila mencintai Habib
Ali bin Husin, maka pengikutnya harus melanjutkan perjuangannya. Bagi saya,
beliau adalah guru saya, kecintaan saya dan saya banyak sekali berhubungan
dengan beliau.”
PERS
Tulis Antara (16-2-1976) :
“Almarhum Habib Ali bin
Husin Al-Athas adalah guru dari beberapa lembaga Ilmiah, Majlis Ta’lim dan
perguruan-perguruan Agama. Almarhum adalah ahli dalam bidang fiqih, falsafah,
tassauuf, dan perbandingan mazhab. Selam hidupnya almarhum telah mengabdikan diri
untuk perjuangan agama, bukan saja di Indonesia, tetapi juga di Malaysia dan
Singapura. Murid-murid almarhum tersebar dinusantara, a.l. ketua DPR/MPR Dr.
Idham Khalid. K.H. Abdullah Syafii, ketua dari perguruan tinggi
“Asy-Syafiiyah”, KHS Muhammad Al-Habsy ketua dari Islamic Center Indonesia,
K.H. Tohir Rohili ketua dari “Attahiriyah”.
Harian Merdeka pada
tanggal 17 feb 1976 menulis :
“Ulama Besar Indonesia telah
berpulang ke Rahmatullah, Habib Ali bin Husin.”
Harian Pelita (18-2-1976)
menulis :
“Sejak senin yang lalu
ummat Islam tercekam rasa duka dengan wafatnya seorang Ulama Besar, mahaguru
kaum Muslimin Indonesia, Habib Ali bin Huasin Al-Athas.”
Harapan.
Almarhum Habib Ali bin
Husin Al-Athas Ulama Besar Indonesia telah berpulang ke Rahmatullah. Beliau
telah menunaikan mission-nya, tugasnya, telah mengamalkan dan mewakafkan
dirinya untuk perjuangan Islam. Kini kita ditinggalkan, berkewajiban meneruskan
perjuangan almarhum, meninggikan Syiar-syiar Islam, meluaskan pengetahuan Islam
sebagaimana almarhum juga, sehingga dibidang fiqih almarhum menguasai
fiqih-fiqih Syafii, Ja’fari, Maliki, Hanafi dan Hambali. Dengan memperdalam
ilmu dan mempraktekan amal. Kita akan berbuat semuanya yang diridhai Allah SWT.
Ummat Islam Indonesia
menaruh kepercayaan dan harapan agar cucu dari almarhum Habib Ali bin Husin,
yaitu Habib Muhammad bin Husin bin Saleh meneruskan garis perjuangan almarhum.
Bersama Ummat Islam Indonesia, maka dipercayakan kepada Habib Muhammad bin
Husin Al-Athas tugas yang Mulia melanjutkan kepemimpinan, untuk meninggikan
Syiar Islam, yang di-Ridhoi Allah SWT serta diberkahi Rasulullah SAW serta
Ahlil-Bait-Nya
Sumber : http://alkisah.web.id