Alamat / Lokasi / Tempat Makam :
Jalan Keramat, kelurahan Basirih, Kecamatan Banjarmasin Barat,
Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Indonesia 70245.
Makam Habib Basirih
adalah sebuah makam keramat seorang ulama yang menjadi objek wisata ziarah diBanjarmasin. Kubah ini letaknya tidak begitu jauh dari jembatan tol menuju kawasan Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin. Kubah ini berada di Jl Keramat RT 13, Kelurahan Basirih, Kecamatan Banjarmasin Barat. Untuk menuju kubah Habib Basirih, bisa ditempuh lewat jalur darat dan sungai.
Menggunakan angkutan darat melalui Jl. Gubernur Subardjo, Lingkar Selatan (jalan tol), Jl.Trisakti, atau memanfaatkan Sungai Basirih. Selain dapat ditempuh lewat jalan darat (ada rute trayek angkutan kota/taksi kuning yang melintasi dan menuju Kubah Habib Basirih), peziarah juga dapat mengunjungi petilasan Basirih lewat jalur sungai. Belum ada biro perjalanan wisata yang menggarap rute alternatif via jalan sungai ini sebagai bagian dari paket wisatanya.
Saat berada di kubah Habib Basirih, kita akan melihat beberapa makam keramat lainnya. Tak jauh dari Kubah Habib Basirih, terdapat pula makam-makam lainnya. Antara lain makam keponakan Habib Basirih, yakni Habib Batilantang (Habib Ahmad bin Hasan bin Alwi bin Idrus Bahasyim) yang berada di seberang Sungai Basirih, juga makam ibu Habib Basirih, Syarifah Ra’anah dan makam-makam lainnya didekat Kubah Habib Basirih.
Sebelum mencapai Kubah Habib Basirih, beberapa ratus meter sebelumnya terdapat pula makam ibu beliau yakni Syarifah Ra’anah. Makam Habib Basirih dan ibundanya masuk dalam daftar inventaris binaan Dinas Pariwisata Kota Banjarmasin. Keduanya digolongkan sebagai objek wisata religius (spiritual) yang layak dikunjungi.
Kubah Habib Basirih
Makam Habib Abbas bin Abdullah Bahasyim, suami Syarifah Ra’anah dan ayahanda Habib Basirih justru tak diketahui keberadaannya hingga kini. Beberapa pihak menduga makam beliau berkumpul di pemakaman habaib di Basirih seberang sungai di dekat Masjid Jami Darut Taqwa Kelurahan Basirih, Banjar Selatan.
Masjid ini menurut keterangan didirikan tahun 1822 oleh H Mayasin. Pada tahun 1848 keluarga Habib Basirih pernah merehab masjid ini. Versi lain mengatakan Habib Abbas bermakam di wilayah Sungai Baru. Habbib Abbas dikenal sebagai saudagar kaya raya dan mempunyai kapal dagang. Beliau juga disebut-sebut mempunyai tanah yang cukup luas di wilayah Basirih di samping di Sungai Baru (kini nama sebuah kelurahan di sekitar Jalan A Yani dan Jalan Pekapuran).
Nasab Habib Basirih
Hamid bin Abbas bin Abdullah bin Husin bin Awad bin Umar bin Ahmad bin Syekh bin Ahmad bin Abdullah bin Aqil bin Alwi bin Muhammad bin Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad AlFaqih bin Abdurrahman bin Alwi Umul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath. Habib Basirih jalur putra Alwi Umul Faqih yang bernama Abdurrahman. maka Habib Basirih merupakan keturunan ke-36.
Nama Basirih Bersinar
tak lepas dari sosok Habib Hamid. Beliau pernah berkhalwat (mengurung diri dan melakukan sejumlah amalan) sekian tahun di dalam sebuah rumah (gubuk) kecil tak jauh dari makamnya sekarang. Pada zaman Jepang, Habib Hamid keluar dari khalwatnya. Sejumlah kelakuan aneh beliau belakangan dipahami sebagai pekerjaan kewalian beliau menyelamatkan orang lain.
Karamat Habib Basirih
Suatu kali, misalnya, pernah dengan menggunakan gayung, Habib Hamid memindahkan air dari satu tempat ke tempat lain. Orang-orang menilai pekerjaan itu sebagai perbuatan tak bermakna. Padahal, itu adalah cara Habib Hamid menyelamatkan kapal penumpang yang nyaris karam di lautan luas. Sebab di belakang hari ada orang datang ke rumah beliau dan mengucapkan terima kasih atas pertolongan Habib Basirih waktu kapal mereka hampir karam di tengah laut.
Perbuatan Habib Hamid lainnya yang spektakuler adalah menghidupkan kambing mati. Suatu hari, seorang tetangga mengatakan kepada beliau bahwa di batang (rakitan kayu gelondongan di atas sungai yang dapat berfungsi untuk tempat mandi dsbnya) milik Habib Basirih terdapat bangkai kambing yang sudah membusuk. Bersama Habib Hamid, tetangga itu turun ke batang untuk membuktikan penglihatannya. Tetangga itu kaget ketika matanya menatap seekor kambing hidup terikat di batang Habib Hamid.
Ulah Habib Hamid lainnya adalah beliau pernah duduk di atas tanggui (penutup kepala berbentuk bundar terbuat dari daun nipah) menyeberangi Sungai Basirih menengok keponakannya Habib Ahmad bin Hasan bin Alwi bin Idrus Bahasyim (Habib Batillantang). “Waktu kecil saya pernah diberi gulungan benang layang-layang,” ujar Habib Abdul Kadir bin Ghasim bin Thaha Bahasyim, 86 tahun. Gulungan benang layang-layang itu kemudian dipahami oleh Habib Abdul Kadir sebagai perjalanan hidupnya yang sepanjang tali benang layang-layang. Habib Abdul Kadir bekerja di kapal dagang dan berlayar mengarungi berbagai penjuru wilayah pedalaman Kalimantan. Beberapa wanita tua di Basirih mengungkapkan pernah diajak orangtuanya berziarah ke Habib Basirih ketika beliau hidup untuk minta ‘berkah’. Beberapa orang tua meminta air kepada Habib Basirih dengan hajat agar anak-anak mereka pandai mengaji. Setalah diberi ‘air penenang’ anak-anak kecil mereka pun lancar membaca Kitab Suci AlQur’an.
Kisah lainnya, beberapa pria dari atas perahu melintas di depan batang Habib Basirih. Mereka mengolok-olok Habib Basirih ketika beliau sedang mandi di atas batang. Gerak-gerik Habib Basirih yang ganjil menyulut mereka mengeluarkan ucapan yang kurang pantas. Tiba-tiba, perahu mereka menabrak tebing sisi sungai dan kandas.
Cerita lainnya, yang masyhur beredar di Basirih, seorang pedagang ikan berperahu menolak panggilan singgah Habib Hamid. Si pedagang berpikir tak mungkin Habib Basirih membayar dagangannya. Akibatnya, selama satu hari penuh tak satupun barang jualan pedagang ikan tersebut ada yang laku. Sementara pedagang lainnya yang menghampiri panggilan Habib Basirih, berkayuh menuju rumah lebih cepat sebab dagangannya hari itu tak bersisa. Habib Hamid banyak mengungkapkan sesuatu dengan bahasa perlambang (isyarat). Hanya segelintir orang yang paham dengan perkataannya.
Suatu hari datang seorang Jepang menemui Habib Basirih. Si Jepang kemudian berjanji setelah urusannya di Makasar selesai akan kembali membawa Habib Basirih ke rumah sakit jiwa. “Pesawat orang Jepang itu jatuh dalam perjalanan ke Makassar,” ujar Syarifah Khadijah binti Habib Hasan Bahasyim, 70 tahun, cucu Habib Basirih. “Selesai berkhalwat di sebuah rumah kecil, Habib Basirih naik ke rumah ini,” ujar Syarifah Khadijah. Kenang-kenangan fisik yang tersisa dari Habib Basirih yang bisa disaksikan adalah foto beliau bersama anak cucunya pada tahun 1949, beberapa waktu sebelum beliau berpulang ke rahmatullah. “Waktu ditawari difoto Habib Basirih cuma tersenyum, menolak tidak, mengiyakan tidak. Tukang fotonya namanya Beng Kiang,” tutur Syarifah Khadidjah
Wallahu ’alam bissawab
Habib Hamid Basirih adalah Wali Qutub Shohibul Wilayah Banjarmasin
Dari berbagai sumber
adalah sebuah makam keramat seorang ulama yang menjadi objek wisata ziarah diBanjarmasin. Kubah ini letaknya tidak begitu jauh dari jembatan tol menuju kawasan Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin. Kubah ini berada di Jl Keramat RT 13, Kelurahan Basirih, Kecamatan Banjarmasin Barat. Untuk menuju kubah Habib Basirih, bisa ditempuh lewat jalur darat dan sungai.
Menggunakan angkutan darat melalui Jl. Gubernur Subardjo, Lingkar Selatan (jalan tol), Jl.Trisakti, atau memanfaatkan Sungai Basirih. Selain dapat ditempuh lewat jalan darat (ada rute trayek angkutan kota/taksi kuning yang melintasi dan menuju Kubah Habib Basirih), peziarah juga dapat mengunjungi petilasan Basirih lewat jalur sungai. Belum ada biro perjalanan wisata yang menggarap rute alternatif via jalan sungai ini sebagai bagian dari paket wisatanya.
Saat berada di kubah Habib Basirih, kita akan melihat beberapa makam keramat lainnya. Tak jauh dari Kubah Habib Basirih, terdapat pula makam-makam lainnya. Antara lain makam keponakan Habib Basirih, yakni Habib Batilantang (Habib Ahmad bin Hasan bin Alwi bin Idrus Bahasyim) yang berada di seberang Sungai Basirih, juga makam ibu Habib Basirih, Syarifah Ra’anah dan makam-makam lainnya didekat Kubah Habib Basirih.
Sebelum mencapai Kubah Habib Basirih, beberapa ratus meter sebelumnya terdapat pula makam ibu beliau yakni Syarifah Ra’anah. Makam Habib Basirih dan ibundanya masuk dalam daftar inventaris binaan Dinas Pariwisata Kota Banjarmasin. Keduanya digolongkan sebagai objek wisata religius (spiritual) yang layak dikunjungi.
Kubah Habib Basirih
Makam Habib Abbas bin Abdullah Bahasyim, suami Syarifah Ra’anah dan ayahanda Habib Basirih justru tak diketahui keberadaannya hingga kini. Beberapa pihak menduga makam beliau berkumpul di pemakaman habaib di Basirih seberang sungai di dekat Masjid Jami Darut Taqwa Kelurahan Basirih, Banjar Selatan.
Masjid ini menurut keterangan didirikan tahun 1822 oleh H Mayasin. Pada tahun 1848 keluarga Habib Basirih pernah merehab masjid ini. Versi lain mengatakan Habib Abbas bermakam di wilayah Sungai Baru. Habbib Abbas dikenal sebagai saudagar kaya raya dan mempunyai kapal dagang. Beliau juga disebut-sebut mempunyai tanah yang cukup luas di wilayah Basirih di samping di Sungai Baru (kini nama sebuah kelurahan di sekitar Jalan A Yani dan Jalan Pekapuran).
Nasab Habib Basirih
Hamid bin Abbas bin Abdullah bin Husin bin Awad bin Umar bin Ahmad bin Syekh bin Ahmad bin Abdullah bin Aqil bin Alwi bin Muhammad bin Hasyim bin Abdullah bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad AlFaqih bin Abdurrahman bin Alwi Umul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath. Habib Basirih jalur putra Alwi Umul Faqih yang bernama Abdurrahman. maka Habib Basirih merupakan keturunan ke-36.
Nama Basirih Bersinar
tak lepas dari sosok Habib Hamid. Beliau pernah berkhalwat (mengurung diri dan melakukan sejumlah amalan) sekian tahun di dalam sebuah rumah (gubuk) kecil tak jauh dari makamnya sekarang. Pada zaman Jepang, Habib Hamid keluar dari khalwatnya. Sejumlah kelakuan aneh beliau belakangan dipahami sebagai pekerjaan kewalian beliau menyelamatkan orang lain.
Karamat Habib Basirih
Suatu kali, misalnya, pernah dengan menggunakan gayung, Habib Hamid memindahkan air dari satu tempat ke tempat lain. Orang-orang menilai pekerjaan itu sebagai perbuatan tak bermakna. Padahal, itu adalah cara Habib Hamid menyelamatkan kapal penumpang yang nyaris karam di lautan luas. Sebab di belakang hari ada orang datang ke rumah beliau dan mengucapkan terima kasih atas pertolongan Habib Basirih waktu kapal mereka hampir karam di tengah laut.
Perbuatan Habib Hamid lainnya yang spektakuler adalah menghidupkan kambing mati. Suatu hari, seorang tetangga mengatakan kepada beliau bahwa di batang (rakitan kayu gelondongan di atas sungai yang dapat berfungsi untuk tempat mandi dsbnya) milik Habib Basirih terdapat bangkai kambing yang sudah membusuk. Bersama Habib Hamid, tetangga itu turun ke batang untuk membuktikan penglihatannya. Tetangga itu kaget ketika matanya menatap seekor kambing hidup terikat di batang Habib Hamid.
Ulah Habib Hamid lainnya adalah beliau pernah duduk di atas tanggui (penutup kepala berbentuk bundar terbuat dari daun nipah) menyeberangi Sungai Basirih menengok keponakannya Habib Ahmad bin Hasan bin Alwi bin Idrus Bahasyim (Habib Batillantang). “Waktu kecil saya pernah diberi gulungan benang layang-layang,” ujar Habib Abdul Kadir bin Ghasim bin Thaha Bahasyim, 86 tahun. Gulungan benang layang-layang itu kemudian dipahami oleh Habib Abdul Kadir sebagai perjalanan hidupnya yang sepanjang tali benang layang-layang. Habib Abdul Kadir bekerja di kapal dagang dan berlayar mengarungi berbagai penjuru wilayah pedalaman Kalimantan. Beberapa wanita tua di Basirih mengungkapkan pernah diajak orangtuanya berziarah ke Habib Basirih ketika beliau hidup untuk minta ‘berkah’. Beberapa orang tua meminta air kepada Habib Basirih dengan hajat agar anak-anak mereka pandai mengaji. Setalah diberi ‘air penenang’ anak-anak kecil mereka pun lancar membaca Kitab Suci AlQur’an.
Kisah lainnya, beberapa pria dari atas perahu melintas di depan batang Habib Basirih. Mereka mengolok-olok Habib Basirih ketika beliau sedang mandi di atas batang. Gerak-gerik Habib Basirih yang ganjil menyulut mereka mengeluarkan ucapan yang kurang pantas. Tiba-tiba, perahu mereka menabrak tebing sisi sungai dan kandas.
Cerita lainnya, yang masyhur beredar di Basirih, seorang pedagang ikan berperahu menolak panggilan singgah Habib Hamid. Si pedagang berpikir tak mungkin Habib Basirih membayar dagangannya. Akibatnya, selama satu hari penuh tak satupun barang jualan pedagang ikan tersebut ada yang laku. Sementara pedagang lainnya yang menghampiri panggilan Habib Basirih, berkayuh menuju rumah lebih cepat sebab dagangannya hari itu tak bersisa. Habib Hamid banyak mengungkapkan sesuatu dengan bahasa perlambang (isyarat). Hanya segelintir orang yang paham dengan perkataannya.
Suatu hari datang seorang Jepang menemui Habib Basirih. Si Jepang kemudian berjanji setelah urusannya di Makasar selesai akan kembali membawa Habib Basirih ke rumah sakit jiwa. “Pesawat orang Jepang itu jatuh dalam perjalanan ke Makassar,” ujar Syarifah Khadijah binti Habib Hasan Bahasyim, 70 tahun, cucu Habib Basirih. “Selesai berkhalwat di sebuah rumah kecil, Habib Basirih naik ke rumah ini,” ujar Syarifah Khadijah. Kenang-kenangan fisik yang tersisa dari Habib Basirih yang bisa disaksikan adalah foto beliau bersama anak cucunya pada tahun 1949, beberapa waktu sebelum beliau berpulang ke rahmatullah. “Waktu ditawari difoto Habib Basirih cuma tersenyum, menolak tidak, mengiyakan tidak. Tukang fotonya namanya Beng Kiang,” tutur Syarifah Khadidjah
Wallahu ’alam bissawab
Habib Hamid Basirih adalah Wali Qutub Shohibul Wilayah Banjarmasin
Dari berbagai sumber