Selasa, 17 April 2012

Syaikh Zainuddin bin Abdul Madjid (Sumbawa)

Putra Abulung
Tuan Guru KH. M. Zainuddin bin Abdul Madjid (Sumbawa)

Lahir di Desa Pancor, Lombok Timur, hari Rabu 17 Rabi’ul Awwal 1326 H / 5 Agustus 1898 M
Wafat di tempat yang sama 19 Jumadil Tsani 1418 H / 21 Oktober 1997 M.
Makam di Kompleks Yayasan Pendidikan Hamzanwadi (YPH) Pancor, Lombok Timur.
Peringatan haulnya bulan …?


A. Silsilah Tuan Guru KH. M. Zainuddin bin Abdul Madjid (Sumbawa)

Banyak orang (sesepuh) mengatakan bahwa keturunan beliau dari keturunan raja-raja Selaparang ini sesuai dengan analisa Svent Cdrroth seorang antropologi dari Swedia yang selalu meneropong kegiatan HAMZANWADI khususnya ketika beliau pergi ke makam Selaparang pada tahun 1971 M. dan secara terbuka HAMZANWADI juga tidak pernah secara terbuka menolak anggapan dan pernyataan-pernyataan tentang silsilah keturuan dari kerajaan Selaparang.

B. Kelahiran Tuan guru KH. M. Zainuddin bin Abdul Madjid (Sumbawa)

Tuan Guru Kyai Haji Zainuddin Abdul Madjid yang nama kecilnya Muhammad Saggaf dilahirkan pada hari Rabu, 17 Rabi’ul Awwal 1326 H [1904 M], di Kampung Bermi, Desa Pancor, Kecamatan Rarang Timur [sekarang Kecamatan Selong] Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Muhammad Saggaf alias TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, yang namanya disingkat HAMZANWADI [Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah].

Penamaan Muhammad Saggaf memiliki cerita cukup unik. Tiga hari menjelang kelahirannya, ayahnya didatangi oleh dua orang wali yang berasal dari Hadlramaut dan Maghrabi. Kedua wali tersebut secara kebetulan namanya sama, yakni Saggaf. Keduanya berpesan kepada TGH. Abd. Madjid, jika mempunyai anak, agar diberi nama Saggaf.

Sesuai dengan silsilah diatas beliau menikahi tujuh perempuan yang latarbelakangnya berbeda, dari anak bangsawan sampai anak orang biasa. Perbedaan ini merupakan sebuah refleksi dari pendidikan ayahnya yang menginginkan anaknya mampu menghadapi keluarga yang plural. Keluarga ini menggambarkan masyarakatLombokyang akan dihadapi sangat majemuk. Dari tujuh perempuan yang pernah dinikahi ada yang mendampingi beliau sampai wafat ada juga wafat lebih dahulu semasa hayat HAMZANWADI dan ada juga yang diceraikan. Selanjutnya dari ketujuh perempuan yang dinikahi hanya mendapat dua puteri yakni Siti Rauhun dari Hj. Siti Jauhariyah dan Siti Raihanun dari perkawinannya dengan Hj. Rahmatullah. Adapun dari isteri yang lain ia tidak mendapat keturunan. Dan karena hanya memiliki dua puteri yang bernama Siti Rauhun danSiti Raihanun,iapopular dengan sebutan Abu Rauhun wa Raihanun. Dari kedua puteri ini juga ia mendapatkan cucu dan keturunan yang akan melanjutkan tongkat estapet perjuangan yang digagas oleh HAMZANWADI.

C. Pendidikan Tuan Guru KH. M. Zainuddin bin Abdul Madjid (Sumbawa)

1. Pendidikan Lokal
Pengembaraan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menuntut ilmu pengetahuan berawal dari pendidikan dalam keluarga, yakni dengan belajar mengaji [membaca Al-qur’an] dan berbagai ilmu agama lainnya, yang diajarkan langsung oleh ayahnya, yang dimulai sejak berusia 5 tahun. Baru setelah berusia 9 tahun, ia memasuki pendidikan formal yang disebut Sekolah Rakyat Negara, hingga tahun 1919 M. Setelah menamatkan pendidikan formalnya, ia kemudian diserahkan oleh ayahnya untuk menuntut ilmu agama yang lebih luas dari beberapa kyai lokal, antara lain TGH. Syarafudin, TGH. M. Said, dan TG. Abdullah bin Amaq Dulaji.

2. Pendidikan Di Tanah Suci Makkah
Untuk lebih memperdalam ilmu agama, ayahnya mengirim TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid untuk belajar di Tanah Suci Makkah. Sesampai di Tanah Suci, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid langsung mencari rumah kontrakan di Makkah. Beberapa setelah musim haji usai, TGH. Abd. Madjid mulai sibuk mencarikan guru buat anaknya. Sampailah pencarian TGH. Abd. Madjid pada sebuah halaqah. Syaikh yang mengajar di lingkaran tersebut bernama Syeikh Marzuki, yang saat itu berusia sekitar 50 tahun. Disanalah TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid diserahkan untuk belajar.

Ketika ayah TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pulang ke Lombok, ia langsung berhenti belajar mengaji pada Syeikh Marzuki, karena ia merasa tidak banyak mengalami perkembangan yang berarti dalam menuntut ilmu selama ini. Namun, ia belum sempat mencari guru, terjadi perang saudara antara faksi Wahabi dengan kekuasaan Syarief Husein.

3. Belajar Di Madrasah Al-Shaulatiyah
Dua tahun setelah terjadinya huru hara, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berkenalan dengan seseorang yang bernama Haji Mawardi dari Jakarta. Dari perkenalannya itu ia diajak masuk belajar di madrasah al-Shaulatiyah, yang saat itu dipimpin oleh Syaikh Salim Rahmatullah. Pada hari pertama masuknya ia bertemu dengan Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath.

Sudah menjadi tradisi, bahwa setiap thullab baru yang masuk, harus mengikuti tes masuk untuk menentukan kelas yang tepat dan cocok bagi thullab baru tersebut. Akhirnya TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid diuji langsung oleh Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath, setelah dites ia kemudian ditempat di kelas III, tapi beliau meminta ditempatkan di kelas II saja.

Selama belajar di al-Shaulatiyah beliau tekun dalam belajar dan berdiskusi, juga diakui oleh salah seorang teman sekelasnya Syaik Zakaria Abdullah Bila, beliau sangat kagum akan kecerdasan dan akhlak TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid.

4. Guru-Guru
TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid berhasil menyelesaikan studinya di madrasah al-Shaulatiyah Makkah pada tahun 1351 H [193 M] dengan predikat istimewa. Selama belajar di Tanah Suci Makkah TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid telah berguru pada beberapa ulama besar, diantaranya:

a. Maulana wa Murabbina Abul Barakat al-‘Allamah al-Ushuli al-Muhaddits al-Shufi al-Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath.
b. Syaikh Umar Bajunaid al-Syafi’i.
c. Syaikh Marzuki al-Palembani.
d. Syaikh Mukhtar Batawi al-Syafi’i.
e. Syaikh Salim Rahmatullah al-Maliki.
f. Syaikh Jamal Mirdad.

Ini hanya sebagian kecil dari guru-guru beliau, dan jika diklasifikasikan sebagai berikut:

a. 11 orang bermadzab syafi’i
b. 6 orang bermadzad Hanafi
c. 11 orang mermadzab Maliki

Diantara semua guru-guru beliau, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid hanya paling dekat dengan Maulana al-Syaikh Hasan Muhammad al-Masysyath. Hal ini dikarenakan oleh kapabilitas keilmuan yang tinggi, metode pembelajarannya cukup variatif dan menyenangkan, dan masih banyak lagi kekhasan yang dimiliki oleh beliau.

D. K epribadian Tuan Guru KH. M. Zainuddin bin Abdul Madjid (Sumbawa)

Secara fisik TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memiliki perawakan yang ramping dengan postur tubuh yang tegap. Walau ia sering becerita bahwa dirinya adalah satu-satunya putera TGH Abd. Madjid yang berkulit agak gelap dan kerap kali menjadi bahan cemohan saudara-saudaranya ketika masih kecil, namun gambaran itu sepertinya tidak demikian. Ia memiliki kulit kuning langsat yang bersih.

Sesampai di kampung halamannya, sepulang dari Tanah Suci Makkah, aktivitasnya diisi dengan memberikan pengajian diberbagai tempat, terutama di masjid-masjid dan sekolah-sekolah.. hingga usia tua pun, ia masih sangat aktif mengadakan pengajian ke daerah-daerah. Kegiatan pengajaran dimulai sekitar pukul 06.00, di Ma’ahad Darul Qur’an wal Hadits. Sekitar pukul 09.00 ia selanjutnya mengajar di tempat lain.

1. Perilaku Terhadap Masyarakat
Metodologi berfikir TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dalam fenomena Sasak adalah dengan bercermin pada sejarah Sasak itu sendiri. Tergambar ia sangat memahami historis Sasak dan tipologi masyarakatnya. Dari telaah inilah kemudian ia merumuskan pemikiran-pemikirannya tentang Sasak. Citra sejarah Sasak menurutnya, adalah sebuah perjalanan sejarah yang menunjukkan pentingnya kedudukan Islam dalam tata kehidupan masyarakat Sasak. Setidaknya dimulai setelah runtuhnya paham animisme, sehingga tidak pelak lagi, Islam menjadi sangat lekat dalam kehidupan masyarakat Sasak.

2. Perilaku Terhadap Penjajah

Masuknya Belanda untuk menjajah Pulau Lombok, juga menjadi perhatian TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid sekaligus menentukan sikapnya terhadap penjajahan secara umum. Sikap ini juga banyak tertumpu pada pengalaman hidupnya sendiri yang mengalami masa penjajahan tersebut, baik oleh Belanda, Jepang, Maupun NICA.

Baginya penjajahan, bagaimanapun bentuknya, merupakan eksploitasi manusia atas manusia yang lain, yang menghalangi seseorang untuk hidup secara bebas dan merdeka. Sebagai bentuk pertentangannya terhadap penjajah, ia menempuh berbagai macam cara:

a. Mengerahkan anggota keluarga dan murid-muridnya untuk maju berperang secara fisik melawan kekuasaan kolonial di PulauLombok.

b. Menolak permintaan Belanda dan Jepang yang mengiginkan agar dirinya menjadi penasehat kolonial diLombok. Pandangan pertama dan kedua ini hanya bersifat diplomatis belaka, dan tidak merupakan sikap yang sebenarnya

c. Mengajak keluarga, murid, dan jamaah Nahdlatul Wathan untuk membentengi diri dengan do’a agar terpelihara dari kebiadaban penjajah.

e. Mendirikan madrasah [sekolah] yang bertujuan membekali murid-muridnya dengan kecakapan-kecakapan ilmiah yang memungkinkannya untuk menumbuhkan daya piker dan daya nalar, hal ini memiliki arti penting dalam konteks perlawanan terhadap penjajah.

3. Sikap Sebagai Seorang Pejuang

TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid merumuskan kehidupannya sebagai sebagai perjuangan dan menegakkan aqidah, sebagaimana ungkapan terkenal menyebutkan; “Untuk dapat melakukan perjuangan dan menegakkan aqidah secara sempurna, ia mempersyaratkan adanya suatu kemerdekaan diri seseorang secara material dari hal-hal yang bersifat duniawi, atau setidaknya tidak menjadikan diri untuk selalu bergantung dan mengukur suatu aktivitas secara material. Perfektif tentang kemerdekaan diri berangkat dari bagaimana seseorang bisa membebaskan diri dari keinginan kehidupan duniawi yang konsumtif dan hedonis, sehingga jiwanya dapat terbebas dari keinginan tersebut dan akhirnya akan bermuara pada kebersihan hati”.

Putra Abulung
Syaikh Zainuddin (Sumbawa) Sebagai Mursyid Tarekat

E. Perjuangan & Pengabdian Tuan Guru KH. M. Zainuddin bin Abdul Madjid (Sumbawa)

1. Membuka Pesantren dan Pengajian Umum

Setelah sampai di tanah kelahirannya, masyarakat langsung mempercayainya sebagai imam dan khatib. Disamping menjadi imam dan khatib, ia juga banyak melakukan safari dakwah ke berbagai tempat di PulauLombok, sehingga ia mulai dikenal secara luas oleh masyarakat. Setelah mempunyai reputasi di masyarakat, ia kemudian mendirikan pesantren al-Mujahidin pada tahun 1934 M., sebagai tempat pembelajaran agama secara langsung bagi kaum muda. Pendirian ini dilatar-belakangi oleh keinginan untuk memberikan pelajaran agama yang lebih bermutu kepada masyarakat, karena pada saat itu umumnya para tuan guru dalam menga-jarkan agama lebih banyak menggunakan kitab-kitab Arab Melayu.

Dari pengajian umum yang diadakan di Masjid Jami’ Pancor, berkembang secara signifikan dengan banyaknya permohonan untuk mengadakan pengajian-pengajian umum. Kondisi ini selanjutnya mendorong semangat TG. Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid untuk membangun madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Lombok. Setelah pembangunan fisik madrasah dianggap selesai, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid mengajukan surat permohonan pendirian madrasah kepada pemerintah Hindia Belanda. Akhirnya pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1356 H [22 Agustus 1937] Madrasah Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah [NWDI] diresmikan.

Berangkat dari kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh Madrasah NWDI, kemudian melahirkan gagasan untuk mendirikan lembaga pendidikan agama yang dikhususkan untuk kaum perempuan. Gagasan mendirikan madrasah dimaksud dilaterbelakangi oleh kondisi sosial perempuan pada saat itu yang tersubordinasi oleh hegemoni kaum laki-laki. Padahal keberadaannya memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

2. Mendirikan Lembaga-lembaga Pendidikan Lain

Perkembangan selanjutnya ditandai dengan dibukanya lembaga pendidikan tinggi. Dimulai pada tahun 1964, dengan didirikannya Akademi Paedagogik Nahdlatul Wathan. Selanjutnya pada tahun 1965 dibuka Ma’ahad Darul Qur’an wal Hadits Al-Majidiyah Asy-Syafi’iyah Nahdlatul Wathan, yang mahasiswanya khusus pria dan Ma’ahad lil Banat yang dibuka tahun 1974, dengan mahasiswa khusus perempuan.

Pada tahun 1977 didirikan Universitas HAMZANWADI yang membuka dua fakultas yakni fak. Tarbiyah dan fak. Ilmu Pendidikan. Perkembangan selanjutnya fak. Ilmu Pendidikan berubah menjadi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan [STKIP] HAMZANWADI, dan fak. Tarbiyah dirubah menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiayh [STIT]. Pada tahun 1987/1988 diresmikan berdirinya Universitas Nahdlatul Wathan yang berkedudukan di Mataram. Disamping perguruan tinggi, pada tahun 1974 mulai dibuka pendidikan umum, seperti SMP, SMA, dan SPG.

3. Mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan

Organisasi Nahdlatul Wathan yang selanjutnya disingkat NW, adalah sebuah organisasi sosial kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah. Organisasi ini didirikan pada hari Ahad, 15 Jumadil Akhir 1372 H [1 Maret 1953] di Pancor Lombok Timur. Untuk mempersiapkan perangkat organisasi, TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid memerintahkan beberapa muridnya untuk menyusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga [AD/ART] dan membuat lambang organisasi Nahdlatul Wathan. Kiprah organisasi NW titik tekannya ada 3 yaitu pendidikan, sosial, dan dakwah.

F. Karya – Karya Tuan Guru KH. M. Zainuddin bin Abdul Madjid (Sumbawa)

1. Karya Tulis Tuan Guru KH. M. Zainuddin bin Abdul Madjid (Sumbawa)

Disela-sela kesibukan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid dalam melakukan aktivitas dibidang pendidikan, sosial, dan dakwah, ia juga tidak lupa menulis beberapa kitab sebagai rujukan bagi para santri di madrsah NWDI dan NBDI. Karya-karyanya memang tidak berbentuk kitab-kitab yang besar, tetapi karyanya lebih merupakan kajian-kajian dasar dan biasanya dalam bentuk Nadzham-Nadzham. Diantara judul-judul karya tulis yang telah yang dihasilkannya adalah sebagai berikut:

a. Dalam Bahasa Arab

- Risalah al-Tauhid dalam bentuk soal jawab [Ilmu Tauhid]
- Sullam al-Hija syarh safinah al-Naja [Ilmu Fiqih]
- Nahdlah al-Zainiyah
- Thariqah Hizb Nahdlatul Wathan
- Dan lain-lain

b. Dalam Bahasan Indonesia

- Batu Ngompal [Ilmu Tajwid]
- Anak Nuggal Taqrirat Batu Ngompal [Ilmu Tajwid]
- Wasiat Renungan Masa I dan II [Nasihat dan petunjuk perjuangan untuk warga NW]

c. Nasyid/Lagu Perjuangan dan Dakwah dalamBahasa Arab,Indonesia, dan Sasak

- Ta’sis NWDI [Anti ya Pancor]
- Imamuna al-Syafi’i
- Ya Fata Sasak
- Ahlan bi wafd al-zairin
- Tanawwar
- Mars NW
- Bersatulah haluan
- Nahdlatain
- Pacu Gama’
- Dan lain-lain.

2. Thariqah Hizb Nahdlatul Wathan

Secara etimologis hizib berarti doa, wirid, senjata, bagian, kelompok. Sedangkan secara terminologis hizb berarti kumpulan doa-doa atau wirid yang sistematika bacaannya teratur dan terpilih dari ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW serta amalan-amalan rutin para ulama dan aulia Allah yang diamalkan dengan tujuan tertentu dan sebagai sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Hizb Nahdlatul Wathan dan Nahdlatul Banat lahir sebagai bentuk permohonan kepada Allah SWT untuk mempertahankan keutuhan madrasah NWDI/NBDI dari penentang sistem madrasah. Peruses tersusunnya Hizib Nahdlatul Wathan dan NahdlatulBanatpada awalnya berbentuk lembaran-lembaran doa yang dibagikan kepada santri sebagai amalan yang harus dibaca. Pada awal tersusunnya hizb ini bentuknya cukup panjang sehingga para santri tidak kuat dan konsisten mengamalkannya.

Proses kelahiran thariqah Hizib Nahdlatul Wathan adalah ketika TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menunaikan ibadah haji, saat ia tengah beribadah di Masjid Nabawi, ia didatangi seseorang yang kemudian diyakini sebagai Nabi Khidir a.s., dan ia menyampaikan salam dari Nabi Ibrahim yang menyatakan, “Bahwa Nahdlatul Wathan akan menjadi organisasi yang lengkap dan sempurna, apabila sudah memiliki thariqah”. Berdasarkan pengalaman spiritual ini, maka TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid mendirikan Thariqah Hizb Nahdlatul Wathan pada tahun 1964 M.

3. Shalawat Nahdlatain

TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid telah menulis dan mengarang berbagai macam shalawat yang dipersembahkan kepada santri dan jamaah NW khususnya serta umat Islam umumnya. Adapun shalawat-shalawat yang telah dikarang dan ditulis:

a. Shalawat Nahdlatain
b. Shalawat Nahdlatul Wathan
c. Shalawat Miftahi babi Rahmatillah
d. Shalawat al-Mab’utsi rahmatan lil ‘alamin
e. Shalawat at-Taisir
f. Shalawat al-Mukhlisin wa al-Maqbulin

Shalawat-shalawat yang telah ditulis itu dimasukkan menjadi bagian dari hizbNahdlatul Wathan


Maulana As Syaikh Tuan Guru KH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (disingkat menjadi Hamzanwadi = Hajji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah) lahir di desa Pancor, Lombok Timur, 5 Agustus 1898 – meninggal di tempat yang sama pada 21 Oktober 1997 Masehi / 19 Jumadil Tsani 1418 Hijriah dalam usia 99 tahun menurut kalender Masehi, atau usia 102 tahun menurut Hijriah. Beliau adalah pendiri Nahdlatul Wathan, organisasi massa Islam yang terbesar di provinsi Nusa Tenggara Barat / NTB.

Putra Abulung
Makam Syaikh Tuan Guru KH. M. Zainuddin bin Abdul Madjid (Sumbawa)
di Kompleks Yayasan Pendidikan Hamzanwadi (YPH) Pancor, Lombok Timur.


Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Zainuddin_Abdul_Madjid
http://manwpuyung.wordpress.com/2012/02/19/biografi-hamzanwadi/
Berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat, Orang yang takut (kepada Allah) akan mendapat pelajaran, Orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (QS. Al A’laa [87] : 9-11)
Jika riwayat hidup kaum arifin dibacakan kepada orang yang beriman, maka imannya kepada Allah akan semakin kokoh. Sebab kehidupan mereka merupakan cerminan dari kitabullah yang di dalamnya terkandung ilmu orang-orang terdahulu dan yang akan datang kemudian… Habib ‘Ali Al Habsyi …